Tidak
ada asap kalau tidak ada api. Kekecewaan dapat muncul karena ada
keinginan yang tidak terpenuhi, tak terpuaskan. Kecewa yang kita
bicarakan adalah kecewa di jalan da’wah. Kekecewaan ini dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, dan penyebab kekecewaan yang seringkali terjadi
adalah:
Pertama,
kekecewaan aktivis karena jengah melihat jurang yang dalam antara
idealisme dan realitas, antara ilmu dan amal. Sebagai contoh, sang
aktivis membaca shirah nabawiyah yang di dalamnya dikisahkan bagaimana
indahnya ukhuwah sang nabi dan para sahabat, pun firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala bahwa, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” Tapi
realitanya, ukhuwah itu tidak ia dapatkan di lapangan, justru
sebaliknya.
Kedua,
kekecewaan akitivis yang lebih dilandasi hawa nafsu dan tipu daya
syetan, karena tidak tercapainya ambisi pribadi. Contoh ambisi pribadi
itu adalah, ingin menjadi pemimpin, ingin kata-katanya selalu didengar,
ingin pendapatnya harus diterima, pun tidak mau menerima nasehat dari
yang ia anggap “lebih rendah” dan merasa diri paling berjasa dengan
motto, “Kalau bukan karena ane, ngga bakal jalan da’wah ini.”
Ketiga,
kekecewaan aktivis karena tidak puas dengan kebijakan-kebijakan qiyadah
(pemimpin), keputusan syuro, kondisi da’wah yang selalu dibebankan
padanya dan manajemen lembaga da’wah.
Feed Back Positif dan Negatif
Tak
ada manusia yang tak pernah kecewa karena sesungguhnya kecewa itu
manusiawi. Hanya saja, feed back dari kekecewaan itu berbeda pada diri
setiap orang. Ada orang-orang yang mampu mengatasi dan mengubah
kekecewaan itu dengan energi positif yang konstruktif, namun ada juga
orang-orang yang tidak mampu mengatasinya karena lebih didominasi energi
negatif yang desdruktif.
Kekecewaan tak lagi syar’i bila
didasari hawa nafsu, dan bukan atas dasar kebenaran (al haq). Tak lagi
rasional bila kemudian berubah menjadi kedengkian dan kebencian yang
menghancurkan diri sendiri dan memporak-porandakan teman-teman di
sekelilingnya, menjadi duri dalam daging.
Maka motto yang sebaiknya ada dalam diri kita adalah, “Jangan terlalu banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”
9 Energi Positif
Ada sembilan energi postif yang dapat menjadi bahan bakar di dalam jiwa
untuk mengatasi kekecewaan yang melanda, yaitu:
1. Tentara terdepanmu adalah keikhlasan
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan
kebaikan……..” (QS. An Nisaa: 125)
Meminjam
istilah dari sebuah artikel, Tentara Terdepanmu adalah Keikhlasan.
Istilah ini sangat tepat karena memang keikhlasan adalah garda terdepan
kita untuk menghadapi segala rintangan di jalan da’wah. Keikhlasan
membuat kita tak kenal lelah dan tak kenal henti dalam menyampaikan Al
Haq karena tujuan kita hanya satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika
tujuan kita menyimpang kepada yang sifatnya duniawi, maka saat tujuan
itu tak tercapai, kita akan mudah kecewa dan berbalik ke belakang.
Bila
berda’wah lantaran mengharapkan apa-apa yang ada pada manusia, berupa
penghormatan, penghargaan, pengakuan eksistensi diri, popularitas,
jabatan, pengikut dan pujian, maka hakekatnya kita telah berubah menjadi
hamba manusia, bukan lagi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kisah
yang sangat menarik ketika Khalid bin Walid selaku panglima perang yang
notabene sangat berjasa bagi kaum muslimin, tiba-tiba diturunkan
jabatannya menjadi prajurit biasa, oleh Khalifah Umar bin Khattab. Namun
Umar melakukan itu karena melihat banyaknya kaum muslimin yang
mengelu-elukan kepahlawanan dan cenderung mengkultuskan Khalid, sehingga
Umar khawatir hal itu akan membuat Khalid menjadi ujub (bangga diri),
yang dapat berakibat hilangnya pahala amal-amal Khalid di hadapan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. Dan subhanallah…. , Khalid tidak marah ataupun
kecewa karena jabatannya diturunkan, bahkan ia tetap turut berperang di
bawah komando pimpinan yang baru. Ketika ditanya tentang hal itu, Khalid
menjawab dengan tenang, “Aku berperang karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala, bukan karena Umar. “
2. Harus Tahan Beramal Jama’i
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada Tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai……” (QS. Ali Imran: 103)
Beramal
jama’i itu jalannya tak selalu datar, ada kalanya mendaki, karena dalam
beramal jama’i, kita akan menemui berbagai macam sifat manusia,
berbagai pemikiran, fitnah dari luar, pun dari dalam. Namun bagaimanapun
buruknya kondisi jamaah, tetap saja amal jama’i itu lebih baik dan
lebih utama daripada sendirian. Ali bin Abi Thalib berkata, “Keruhnya
amal jama’i, lebih aku sukai daripada jernih sendirian.“
Kekuatan
utama kita adalah persatuan kaum muslimin. Sesungguhnya kekalahan kita
saat ini bukanlah karena kehebatan bersatunya kaum kuffar, tetapi karena
tidak bersatunya kaum muslimin. “Kejahatan yang terorganisir akan mampu
mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.”
Orang-orang yang
memisahkan diri dan lari dari barisan da’wah,sesungguhnya tidak akan
membuat barisan da’wah itu melemah atau kehilangan kader, justru barisan
itu akan semakin solid dan kokoh karena mengindikasikan yang tergabung
di dalamnya, tinggallah orang-orang yang teruji memiliki jiwa-jiwa
pemersatu. Inilah sebuah sunnatullah yang senantiasa berlaku untuk
membedakan antara loyang dan emas. Jadi, kita harus tahan beramal jama’i
!
3. Bermanfaat bagi orang lain
Rasulullah
Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Qudhy dari Jabir).
Bila
kita melihat ukhuwah dalam barisan da’wah ternyata belum seindah
seperti shirah yang kita baca, atau ternyata hijab di lembaga da’wah
amat cair, maka adalah sangat wajar bila kita kecewa. Tetapi kekecewaan
itu janganlah dipelihara, jangan justru membuat kita bersungut-sungut,
menuntut lebih, berkeluh kesah, apatah lagi sampai memisahkan diri dari
barisan.
Mari ubah sudut pandang, dan kita tekankan bahwa segala
kekurangan yang ada pada barisan da’wah adalah justru menjadi kewajiban
kita untuk membenahinya. “Jangan banyak menuntut, jadikan diri kita
bermanfaat bagi orang lain.”
4. Penuhi hak sesama muslim
- Saling menasehati. (QS. Al Ashr: 1-3)
Kekurangan
dalam diri qiyadah, jundi, lembaga, manajemen, hendaknya disampaikan
dalam bentuk nasehat. Untuk yang sifatnya pribadi – sebagai adab
nasehat- adalah disampaikan tidak dalam forum, tetapi disampaikan
pribadi, berdua saja, dalam rangka saling berpesan untuk nasehat
menasehati dalam menetapi kesabaran. Karena bila kita memberi nasehat
dihadapan orang banyak, maka itu sama saja dengan membuka aibnya dan
menjatuhkannya, apalagi bila sampai melakukan sidang layaknya menghakimi
terdakwa. Sangatlah tipis perbedaan antara orang yang ingin menasehati
karena landasan kasih sayang, dengan orang yang menasehati karena
sekaligus ingin membuka aib saudaranya, sehingga membuat diri yang
dinasehati seakan lebih rendah, dari yang menasehati.
- Lemah lembut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang salah satu
ciri jundullah (tentara Allah), yaitu ”…….yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min………” (QS. Al Maidah: 54)
- Jangan dengki.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda,
“Takutlah
kamu semua akan sifat dengki sebab sesungguhnya dengki itu memakan
segala kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (Riwayat Abu Daud
dari Abi Hurairah)
- Jangan suudzon.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu
adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain………”
(QS. Al Hujuurat: 12)
- Berendah Hatilah.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap
orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. An
Naml: 215)
- Jangan Berbantahan
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “…..dan Janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menjadikan kamu gentar, dan hilang
kekuatanmu…….”(QS. Al Anfaal:46). Berbantah-bantahan sesama kita,
padahal musuh di luar, sudah siap menerkam.
5. Musuh terbesar kita adalah syetan
Musuh
kita bukanlah seorang muslim, apatah lagi sesama aktivis. Musuh
terbesar kita adalah iblis dan bala tentaranya. Mereka senantiasa akan
merusak ukhuwah kita dari kiri, kanan, depan, dan belakang (QS. Al
A’raf:17). Hendaknya kita senantiasa ingat akan janji iblis untuk
menyesatkan hamba-hamba- Nya (QS. Al Israa:62). Ini akan menjadi
landasan kita untuk selalu menatap saudara kita dengan penuh kasih
sayang karena boleh jadi saat saudara kita menyakiti kita, adalah
lantaran banyaknya syetan di sekelilingnya yang terus menerus
membisikinya untuk membenci kita, demikian pula sebaliknya, bisa jadi
syetan menghembuskan prasangka-prasangka di dalam benak kita. Maka, mari
kita jadikan syetan sebagai musuh bersama.
6. Sukses da’wah bukanlah karena kehebatan kita
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka, bukan kamu yang membunuh
mereka,akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang
melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar…” (Al
Anfâl: 1)
Ayat ini menyatakan bahwa kemenangan dalam medan
peperangan, pun dalam suksesnya da’wah, bukanlah karena kepintaran kita
dalam membuat strategi da’wah, tetapi tak lebih karena pertolongan dari
Allah. Jika tidak, maka apa bedanya kita dengan Qarun yang berkata,
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku…..” (QS. Al Qashash:78).
Dan kita lihat bagaimana ending kehidupan dari Qarun yang ditenggelamkan Allah Subhnahu wa Ta’ala ke perut bumi.
7. Mujahid itu teman kita sendiri
Mujahid
dan mujahidah itu sesungguhnya ada di sekeliling kita, di dekat kita.
Ya, bisa jadi mereka adalah teman-teman kita sendiri. Maka sangat aneh
bila kita kerap kali menitikkan air mata saat ingat mujahid-mujahid di
Palestina, Iraq, Chechnya, Afghanistan, dan lain-lain, tetapi dengan
saudara-saudara mujahid di sesama lembaga saja, kita tidak bisa
berlapang dada.
8. Ingat Kematian
Rasulullah
Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, Perbanyaklah kalian mengingat
mati, sebab seorang hamba yang banyak mengingat mati, maka Allah akan
menghidupkan hatinya, dan Allah akan meringankan baginya rasa sakit saat
kematian
9. Doakan di shalat malam kita
Doa
adalah senjata orang-orang beriman dan bila kita mendoakan saudara
muslim kita tanpa sepengetahuannya, maka para malaikat akan berkata,
“untuk kamu juga…”. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak seorang Muslim pun mendoakan kebaikkan bagi saudaranya sesama
Muslim yang berjauhan melainkan malaikat mendoakannya pula.
Mudah-mudahan engkau beroleh kebaikkan pula.” (HR. Muslim)
Penutup
Menyatakan
diri sebagai orang beriman, sebagai seorang du’at (pengemban da’wah),
sebagai seorang aktivis da’wah, sesungguhnya mengandung konsekuensi yang
tidak ringan. Yaitu kita senantiasa akan mendapat ujian keimanan dari
sang pemilik 99 Al Asmaul Husna. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang
Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di
antara Kamu………. “ (QS. 9:16). Dan di surat lainnya, “Apakah kamu mengira
kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana
halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan serta macam-macam cobaan.” (QS.
Al-Baqarah:214)
Tersenyumlah dalam duka dan tenanglah dalam
suka. Insya Allah dengan mengingat sembilan energi positif, akan membuat
kita bersabar, dan enggan berpisah dari jalan da’wah ini. “Dan
janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya) , jika kamu
orang-orang yang beriman. “ (QS. Ali Imran: 139).
Nice post, dinda
BalasHapusizin share mbak'e ...
BalasHapus